Industri Peer To Peer : Berhati-Hati Dengan Kemudahan

  • icon-jam6 years ago
  • icon-share
    Shares

Industri Peer To Peer : Berhati-Hati Dengan Kemudahan

Beberapa bulan lalu jika kamu tahu, Cina berada dalam pergolakan industri  Financial Technology yang cukup besar. Ratusan perusahaan peer to peer (P2P) lending di negara ini mengalami kejatuhan luar biasa setelah banyak kegagalan yang terjadi dalam proses pengembangan uang melalui P2P lending. Investor yang makin sadar dengan resiko penggunaan produk tersebut akhirnya menarik uang mereka karena tidak memiliki kepercayaan pada bisnis tersebut. Ini merupakan sebuah ironi mengingat P2P lending adalah lambang inovasi Financial Technology di sana.

 

Financial Technology menawarkan keuntungan yang memang tidak dimiliki oleh perbankan yaitu kecepatan mendapatkan pinjaman uang ataupun berinvestasi. Tapi yang harus kamu pertimbangkan mengapa sistem perbankan terkesan lebih rumit sebab mereka mampu memberimu pinjaman dalam jumlah besar dan mengutamakan keamanan buatmu sebagai nasabahnya. Pinjaman di P2P lending sifatnya terbatas sesuai regulasi. Soal investasi, ada yang berpendapat bahwa timbal baliknya lebih cepat dibanding produk konvensional. Hanya saja ternyata punya resiko yang dapat berakibat fatal seperti negara Cina.

 

Sebagai seorang investor yang menanamkan modal di perusahaan, masyarakat Cina menyukai sesuatu yang berlabel “dijamin” misalnya dijamin untung, dijamin kembali dan lain sebagainya. Hampir sama seperti orang Indonesia nggak sih? Nah, ketika hal tersebut tidak memenuhi ekspektasinya sehingga malah menghilangkan harta berharga, mereka protes. Bentuk kemarahannya yaitu menuntut pemerintah membekukan perusahaan itu melalui regulasi. Ketika satu per satu kasus diselidiki rupanya baru bisa diketahui bahwa selama ini ada praktek salah sehingga konsumen pun dirugikan.

 

Berkaca dari kasus Cina ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang penyelenggara (P2P) lending menjalankan skema on balance sheet lending yakni lembaga berperan meminjamkan uangnya kepada nasabah. OJK menilai bahwa skema tersebut malah membuka peluang penyalahgunaan dana nasabah. Langkah baik ini perlu disambut karena sebagai bentuk dari revolusi keuangan seharusnya Fintech menguntungkan masyarakat bukan sebaliknya.

 

Harus diingat jika bunga piutang bukanlah bentuk investasi. Sebab yang dinamakan investasi adalah penanaman modal yang berpotensi menghasilkan keuntungan untuk kebutuhan jangka panjang dan bersifat likuid. Oleh karena itu kamu sebagai masyarakat pun juga harus cerdas dalam menggunakan teknologi. Kenali untung sekaligus resikonya lalu pilih yang cocok sesuai kebutuhan. Dengan begitu kamu telah menyelamatkan hidupmu dari kehancuran keuangan.

 

 

Written by

Celixa Yovanka

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *