Perkembangan Kondisi Ekonomi
Pemerintah baru di Amerika Serikat di kuartal pertama 2025 telah membawa warna baru pada perekonomian dunia. Presiden Trump memulai kebijakan “exceptionalism” dengan mengutamakan kebijakan yang mengutamakan ekonomi AS. Tarif menjadi senjata utama dalam merealisasikan programnya agar negara membeli produk bikinan AS lebih besar. Banyak pihak mengkhawatirkan kebijakan tersebut justru akan membawa ekonomi menuju resesi. Indonesia juga memiliki pemerintahan yang memasuki kuartal kedua dan menerapkan banyak penyesuaian terhadap rencana baru. Baik kondisi global dan domestik menunjukan kondisi ketidakpastian yang membuat koreksi terjadi. Investor bersikap hati-hati karena masih terdapat kemungkinan program pemerintah masih membutuhkan waktu dan perlu diuji apakah akan sesuai harapan.
Global : New Order
Pada kuartal pertama 2025, pasar keuangan global mengalami volatilitas yang tinggi, dipengaruhi oleh dinamika ekonomi dan ketidakpastian politik di Amerika Serikat, khususnya setelah pelantikan kembali Donald Trump sebagai Presiden. Perekonomian AS menunjukkan ketahanan yang kuat, tercermin dari tingkat pengangguran yang tetap rendah dan inflasi yang masih bertahan melampaui ekspektasi pasar serta kinerja positif sektor korporasi. Data ini memperkuat ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve kemungkinan akan mempertahankan suku bunga acuan dalam jangka pendek guna mengelola risiko inflasi yang masih berlanjut.
Fokus kebijakan administrasi baru pada pemotongan pajak dan deregulasi diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan di sektor-sektor tertentu. Namun, kebijakan proteksionisme melalui pengenaan tarif dan pembatasan imigrasi berpotensi meningkatkan volatilitas pasar serta menimbulkan kehati-hatian di kalangan investor. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di pasar karena berbagai alasan. Tarif yang lebih tinggi meningkatkan biaya impor, yang berkontribusi pada inflasi dan menekan margin keuntungan bisnis. Gangguan pada rantai pasokan memaksa perusahaan mencari sumber alternatif yang lebih mahal, sehingga menghambat investasi. Di sisi lain, daya saing AS menurun akibat tarif balasan yang dikenakan oleh mitra dagang, yang berdampak pada ekspor AS. Ketidakpastian kebijakan perdagangan juga membuat pelaku bisnis enggan untuk berkembang dan berinvestasi.
Sektor-sektor yang paling rentan meliputi pertanian, manufaktur, dan teknologi. Selain itu, hubungan yang tegang dengan mitra dagang serta potensi isolasi AS meningkatkan risiko geopolitik. Meskipun ada kemungkinan pengurangan beberapa tarif, dampak jangka panjang seperti kenaikan biaya, ketidakpastian ekonomi, dan berkurangnya daya saing tetap menjadi tantangan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi AS.
Di Amerika Serikat, President Trump mulai mengenakan tarif pada bulan Februari 2025 ke Kanada dan Mexiko sebesar 25% serta China 10%. Kemudian pada April 2025 AS mengenakan tarif resiprokal secara variatif kepada 60 negara dan China. Sebagian besar negara berusaha untuk melakukan negosiasi dengan AS kecuali China. Aksi balasanpun dilakukan oleh beberapa negara terutama China dengan mengenakan tarif yang sama kepada produk AS yaitu sama-sama mencapai 125%. OECD memperingatkan bahwa kebijakan tarif dapat meningkatkan inflasi global sebesar 0,5% hingga 1,5% pada 2026. Sebagai dampaknya, JP Morgan menaikkan probabilitas resesi AS menjadi 40%, di mana ketidakpastian kebijakan di tengah laju inflasi yang melambat.
Di Eropa, Jerman mengumumkan paket stimulus fiskal senilai €500 miliar—terbesar sejak reunifikasi—dengan mengesampingkan batas utang untuk belanja pertahanan dan investasi infrastruktur. Stimulus ini diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan PDB Zona Euro sebesar 0,6% hingga 1,8% pada 2026, meskipun imbal hasil obligasi Bundesbank melonjak 35 basis poin akibat kekhawatiran akan supply risk.
Bank Sentral Eropa (ECB) memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 2,5% pada 6 Maret, tetapi memberi sinyal kemungkinan menaikan kembali jika stimulus Jerman memicu inflasi, yang diperkirakan dapat meningkatkan CPI Zona Euro sebesar 0,4% hingga 0,9%. Sementara itu, dalam pertemuan Kongres Rakyat Nasional (NPC) China yang berlangsung dari 5 hingga 12 Maret, pemerintah menetapkan target pertumbuhan sekitar 5% untuk 2025, dengan penekanan pada kemandirian teknologi dan stabilisasi sektor properti, sembari memprioritaskan reformasi struktural daripada stimulus besar-besaran.
Domestik : Policy Adjustment
Di Indonesia, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan pemotongan anggaran sebesar Rp 306,7 triliun, setara dengan sekitar 8% dari total pengeluaran pemerintah yang telah disetujui untuk tahun 2025. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi fiskal, termasuk pengurangan signifikan dalam alokasi belanja untuk upacara seremonial dan perjalanan dinas. Meskipun terjadi penghematan, pemerintah tetap berkomitmen untuk memperluas program strategis, termasuk peningkatan anggaran program makanan bergizi gratis dari Rp 71 triliun menjadi Rp 171 triliun.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan di Januari sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% guna mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah meningkatnya ketidakpastian global. Selain itu, BI juga menyesuaikan kebijakan likuiditas dengan menurunkan suku bunga serta mengurangi jumlah penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dengan tujuan meningkatkan sirkulasi uang di perekonomian. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong konsumsi dan investasi domestik serta memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menerapkan kebijakan penghematan dengan pemotongan anggaran sebesar Rp307 triliun untuk mendanai Dana Kekayaan Negara (Danantara) serta program makan bergizi gratis bagi pelajar. Kebijakan ini memicu gelombang protes nasional dan kekhawatiran terkait potensi salah kelola dan korupsi. Meski demikian, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga transparansi dan memastikan pengelolaan dana sesuai dengan standar internasional. Danantara, yang diluncurkan pada 24 Februari 2025, bertujuan mengelola aset negara senilai lebih dari USD900 miliar, termasuk Bank Mandiri, BRI, BNI, Telkom Indonesia, dan Pertamina. Dana ini berencana berinvestasi dalam proyek-proyek strategis di sektor energi terbarukan, manufaktur canggih, dan kecerdasan buatan guna mempercepat pertumbuhan ekonomi. Menteri Investasi Rosan Roeslani menjabat sebagai CEO, dengan Pandu Sjahrir sebagai CIO dan Donny Oskaria sebagai COO. Selain itu, rumor tentang kemungkinan pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati semakin memperburuk ketidakpastian pasar. Meskipun Menteri Keuangan secara terbuka membantah spekulasi tersebut dan menegaskan komitmennya terhadap disiplin fiskal, ketidakpastian ini tetap menambah kegelisahan investor. Sementara itu, terkait dengan Undang-Undang TNI, tidak ada perkembangan signifikan yang secara langsung berdampak pada perekonomian maupun pasar modal.
Untuk mengetahui perkembangan kondisi pasar modal di kuartal pertama 2025 dari segi pasar saham dan pasar obligasi secara lengkap dan juga untuk mempersiapkan rencana investasi di kuartal kedua 2025, investor dapat membaca disini:
Info Lebih Lanjut
Hubungi Mandiri Investasi – (021) 526 3505
Whatsapp Mandiri Investasi – 0816 86 0003
Email Mandiri Investasi – [email protected]
Mandiri Investasi – www.mandiri-investasi.co.id
DISCLAIMER
Pendapat yang diungkapkan dalam artikel adalah untuk tujuan informasi umum saja dan tidak dimaksudkan untuk memberikan saran atau rekomendasi khusus untuk individu atau produk keamanan atau investasi tertentu. Ini hanya dimaksudkan untuk memberikan edukasi tentang industri keuangan. Pandangan yang tercermin dalam konten dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan. Seluruh data kinerja dan return investasi yang tertera di artikel ini tidak dapat digunakan sebagai dasar jaminan perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksa dana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksa dana.
Written by
Tinggalkan Balasan