Monthly Macro Review : Mild Ending

  • icon-jam2 years ago
  • icon-share
    Shares

Monthly Macro Review : Mild Ending

Indonesia menutup 2021 dengan harapan perekonomian yang lebih baik. Kecemasan akan ada gelombang Covid-19 varian baru tentu menimbulkan kekhawatiran baru. Namun belajar dari gelombang varian delta pada pertengahan 2021, Indonesia saat ini sudah lebih siap menghadapi tantangan gelombang baru. Masyarakat Indonesia sudah memiliki tingkat vaksinasi yang lebih tinggi dan menurunkan tingkat infeksi Covid-19. Kita juga merasakan protokol kesehatan yang ditingkatkan untuk mengantisipasi lonjakan angka positif harian seperti waktu karantina yang diperpanjang untuk masuk ke Indnesia dan jumlah pengunjung pusat belanja yang diperkecil. Pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan akan memberikan suntikan booster gratis kepada seluruh masyarakat Indonesia mulai awal 2022. Kami melihat optimisme tumbuh pada masyarakat dan menjadi modal yang baik akan perubahan di tahun 2022.

 

Overview

 

Pada bulan Desember, the Fed mengadakan pertemuan FOMC meeting yang terakhir kali di 2021. Pada pertemuan tersebut para peserta menyatakan akan menaikan suku bunga acuan Fed rate mulai tahun 2022 dan menurunkan aset dengan cara menjual obligasi yang dimiliki jika diperlukan. Perubahan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral US adalah untuk menghadapi inflasi yang semakin tinggi. Inflasi US pada bulan Desember 2021 mencapai 7% yoy, dari 6,8% pada November 2021. Inflasi US diperkirakan masih akan terus naik karena kuatnya permintaan dan harga komoditas yang masih tinggi. Angka pengangguran US terus membaik dengan turun ke bawah 4% yoy mencapai 3,9% yoy di bulan Desember, semakin mendekati tingkat pengangguran sebelum pandemi di 3,5% yoy pada Febuari 2020. Kedua indikator yaitu inflasi dan tingkat tenaga kerja sangat diperhatikan oleh the Fed dalam menentukan kebijakan berikutnya. Tapering akan berakhir pada bulan Maret dan bila data komoditas yang mempengaruhi inflasi masih terus menguat setelah bulan Maret maka kenaikan suku bunga yang diikuti oleh pengurangan aset dapat terjadi.

Sampai pada akhir 2021 Indonesia mencatatkan 166 juta suntikan vaksinasi untuk dosis pertama atau sebanyak 76,4% dari total target 217,2 juta orang. Sementara untuk dosis kedua sudah diberikan kepada 114 juta orang atau sebanyak 52,5% dari total target. Jika dilihat secara persentase, mungkin banyak negara yang telah memiliki tingkat vaksinasi yang lebih tinggi. Namun bila dilihat dari jumlah nominal vaksin yang diberikan, Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menyalurkan vaksin kepada penduduknya karena jumlah penduduk Indonesia yang besar. Melihat kecepatan rata – rata vaksin harian, vaksinasi nasional untuk dua dosis diharapkan dapat diselesaikan pada pertengahan tahun ini. Pemerintah saat ini sedang mengantisipasi agar tidak terjadi gelombang Covid-19 varian Omicron dengan menaikan status PPKM ke level 2 di beberapa kota di Indonesia. Sampai pada akhir Desember 2021 tingkat keterisian rumah sakit (Bed Occupancy Ratio atau BOR) nasional berada pada level rendah di 2%.

Pemerintah mencatatkan pendapatan kemungkinan besar mencapai Rp 1.998 triliun. Angka tersebut mencapai 115% dari target di tahun 2021 dan naik 22,7% yoy dari pendapatan tahun 2020. Tentunya pencapaian pendapat negara tahun 2021 menjadikan modal pemulihan ekonomi di tahun 2021. Pencapaian pertumbuhan penerimaan negara pada tahun 2019 dan 2020 masing – masing adalah Rp 1.546 triliun (+1,8% yoy) dan Rp 1.285 triliun (-16,9% yoy). Pendapatan negara terbagi dua yaitu pendapatan pajak dan non-pajak dimana kedua pendapatan tersebut naik di 2021 setelah terpuruk jauh di 2020. Pendapatan pajak 2021 menyentuh Rp 1,546 triliun dengan pencapaian 107% dari target awal dan bertumbuh positif 20,3% yoy dibandingkan dengan tahun 2020 yang mengalami penurunan 16,9% yoy. Sementara pendapatan dari non – pajak juga mengalami kenaikan signifikan menyentuh Rp 452 triliun yang berarti mencapai 151% dari total target pemerintah atau naik 31,5% yoy. Pendapatan non – pajak terdorong oleh permintaan akan komoditas alam yang tinggi dari luar negeri karena pemulihan ekonomi yang terjadi berbagai tempat di dunia. Kita juga melihat belanja pemerintah mengalami pertumbuhan namun melambat di 7,4% yoy di 2021 (kurang lebih di Rp 2.786 triliun) dibandingkan dengan pertumbuhan 12,4% yoy di tahun sebelumnya (Rp 2,595 triliun).

Pemerintah memilih untuk lebih efisien dalam menggunakan anggaran sejalan dengan perekonomian yang kian membaik. Dengan demikian kita melihat kemungkinan defisit anggaran hanya mencapai 4,65% dari GDP dibandingkan rencana awal di 5,7% dari GDP dan turun signifikan tadi defisit anggaran 2020 di 6,04%. Pemerintah menargetkan defisit berjalan tahun 2022 berada pada 4,8%, dimana bila dilihat dari sisa anggaran dan kerja sama dengan Bank Indonesai melalui SKB masih berjalan maka seharusnya defisit yang terjadi mungkin dapat lebih dibawah yang diperkirakan.

Pasar saham Indonesia telah berakhir pada tahun 2021 dengan posisi yang lebih baik dari tahun 2020 yang mencerminkan fundamental ekonomi yang lebih kuat. IHSG dan LQ45 sempat rally di awal Desember dengan optimisme bahwa varian omicron Covid-19 bisa diatasi dengan vaksin yang ada melalui booster shot. Namun seiring dengan peningkatan jumlah pasien yang terinfeksi secara global, investor telah memangkas saham – saham di EM dan Indonesia untuk menghindari risiko yang terjadi seperti gelombang pandemi Covid-19 sebelumnya. Dengan demikian, IHSG tetap naik meskipun hanya tumbuh di bawah 1% di bulan Desember, lebih rendah dari rata – rata kenaikan di bulan Desember tahun – tahun sebelumnya.

Awal bulan Desember yield dari benchmark Treasury AS 10-tahun menguat karena investor risk off ketika Covid-19 varian Omicron marak di berbagai negara. Namun, setelah pertemuan FOMC di pertengahan Desember 2021, yield dari benchmark Treasury AS 10-tahun merangkak naik hingga 1,55%, demikian pula yield 10-tahun INDOGB di 6,38%. Spread antara kedua benchmark yield tersebut melebar menjadi sekitar 500 basis poin (bps) yang sebelumnya berada di bawah 450 bps. Alasan kenaikan yield adalah karena inflasi yang kami jelaskan sebelumnya. Rupiah masih relatif stabil dengan didukung kuatnya ekspor komoditas. Kami melihat likuiditas yang besar masih akan berlanjut hingga tahun 2022 dimana pertumbuhan pinjaman akan meningkat dan aktifitas masyakat meningkat cukup besar.

 

Topic of discussion

  • Inflasi 2021 masih di bawah ekspektasi BI.
  • PMI Manufacturing dan IKK bertahan di tengah kemunculan varian baru.
  • Neraca dagang surplus sepanjang tahun 2021.
  • Kebijakan akomodatif untuk pertumbuhan.
  • Penjualan mobil dan motor 2021 meloncat kuat.
  • Kesimpulan dan Rekomendasi

 

Rekomendasi Produk

 

Saham

 

Pendapatan Tetap

 

PRODUK 6M PERFORMANCE YTD PERFORMANCE
Saham
MGSED -15,1% -13,9%
MITRA +2,1% -0,7%
Pendapatan Tetap
MIDU +1,65% -0,25%

 

Untuk membaca hal-hal yang terjadi di bulan Desember 2021 yang mempengaruhi ekonomi secara makro selengkapnya disini:

Baca Selengkapnya

 


Info lebih lanjut

Hubungi Mandiri Investasi – (021) 526 3505
Mandiri Investasi – www.mandiri-investasi.co.id
Moinves – www.moinves.co.id

 


 

DISCLAIMER

Pendapat yang diungkapkan dalam artikel adalah untuk tujuan informasi umum saja dan tidak dimaksudkan untuk memberikan saran atau rekomendasi khusus untuk individu atau produk keamanan atau investasi tertentu. Ini hanya dimaksudkan untuk memberikan edukasi tentang industri keuangan. Pandangan yang tercermin dalam konten dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan. Seluruh data kinerja dan return investasi yang tertera di artikel ini tidak dapat digunakan sebagai dasar jaminan perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksa dana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksa dana.

Written by

Willy Gunawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *